Oleh: Yuli Saputra
BANDUNG, Indonesia — Baru-baru ini CNN merilis daftar 50 minuman terenak di dunia. Salah satunya minuman khas Indonesia, cendol, yang menempati urutan ke 45.
Cendol terbuat dari campuran gula merah, santan, dan tepung sagu yang dicetak berbentuk lonjong memanjang. Dengan warna bulir hijau yang khas, membuat cendol tidak saja enak dikonsumsi, tapi juga sedap dipandang mata. Minuman yang cocok disajkan sebagai dessert ini lebih lezat dinikmati dalam keadaan dingin. Saat Ramadan, cendol menjadi pilihan favorit sebagai tajil.
Di kota Bandung, akan sangat mudah ditemui pedagang cendol, terutama di tempat-tempat keramaian. Namun, hanya satu cendol yang terkenal lezat di Bandung, bahkan mungkin di Indonesia, yakni Cendol Elizabeth.
Cendol Elizabeth menjadi buruan wisatawan yang berkunjung ke Kota Kembang. Setiap akhir pekan, restoran Es Cendol Elizabeth yang berlokasi di Jalan Inhoftank No. 64 Kota Bandung, selalu ramai dikunjungi pembeli. Tak heran, jika Cendol Elizabeth bertahan dan menjadi juaranya hingga kini.
Laris manis puluhan tahun
Harus diakui, belum ada yang bisa menggantikan kelezatan Cendol Elizabeth.Meski penjual cendol bertebaran di Bandung, tapi hanya Cendol Elizabeth yang dicari dan disukai pembeli. Hal itulah yang kemudian membuat nama Cendol Elizabeth dicatut banyak pedagang. Tulisan Cendol Elizabeth tertera di gerobak sebagian besar penjual cendol. Padahal, Cendol Elizabeth yang asli hanya dijual di restorannya dan sejumlah supermarket.
“Kami enggak punya pedagang yang menjual Cendol Elizabeth memakai gerobak. Yang asli hanya dijual di supermarket dan di sini (restoran),” kata pengelola Es Cendol Elizabeth, Tri Bagus, saat ditemui di rumahnya, Jalan Inhoftank Kota Bandung, Jumat 13 April 2018.
Meski namanya dicatut banyak pedagang, namun Bagus mengaku tidak kuatir. Ia yakin pelanggannya tetap akan setia seperti kesetiaan Cendol Elizabeth mempertahankan cita rasanya sejak berpuluh-puluh tahun lamanya. Ini pula yang menjadi rahasia larisnya Cendol Elizabeth yang dirintis Rohman sejak puluhan tahun lalu.
“Dari awal Bapak (Rohman) masih jualan di roda (gerobak), kami tetap mempertahankan bahan baku yang berkualitas dan bahan bakunya juga alami. Resepnya juga Bapak masih mempertahankan resep turun temurun. Takaran resepnya masih Bapak yang pegang,” tutur Bagus yang juga menantu Rohman ini.
Bahan baku Cendol Elizabeth tidak asal comot. Untuk mempertahankan cita rasa aslinya, beberapa bahan baku harus didatangkan dari luar kota Bandung. Cendolnya terbuat dari tepung sagu yang berasal dari Lampung dan Garut. Daun Suji sebagai pewarna alami cendol diambil dari petani yang menanam di pegunungan Pekalongan. Pun, gula kelapa sebagai pemanis juga berasal dari Pekalongan. Sedangkan kelapa untuk santan dibeli di Tasikmalaya.
“Waktu itu juga pernah nyoba kelapa dari Sumatera, tapi kurang aja rasanya. Kelapanya bagus, cuma untuk cendol yang kita buat kurang cocok,” kata pria berusia 33 tahun ini.
Bagi yang pernah mencicipi Cendol Elizabeth akan bisa merasakan bedanya jika mencoba cendol yang lain. Bagus mengaku pernah diprotes oleh salah seorang konsumennya karena rasa cendol yang berbeda dari biasanya.
“Setelah ditelusuri ternyata anak buah konsumen saya itu membeli cendol di pedagang yang memakai roda (gerobak),’ ujar Bagus sambil tertawa.
Setiap hari, Bagus menceritakan, pihaknya memproduksi Cendol Elizabeth sebanyak 10 tabung yang masing-masing tabung berisi 10 bungkus cendol kemasan 1 liter. Namun, jumlah itu akan bertambah 10 kali lipatnya saat bulan Ramadan. Cendol Elizabeth dijual Rp 16 ribu per liter dan Rp 5 ribu per porsi (1 gelas besar).
Dirintis dari berdagang keliling
Kesuksesan Cendol Elizabeth memang tidak didapat secara instan. Rohman merintisnya hingga bertahun-tahun lamanya.
Rohman, kini berusia 58 tahun, mengawali usahanya berdagang cendol pada 1972, saat usianya masih belasan tahun. Ia hijrah ke Kota Bandung dari Pekalongan, mengikuti pamannya yang berjualan cendol.
Rohman yang bersekolah hingga kelas 2 SD ini, terpaksa berjualan karena kesulitan ekonomi sejak bapaknya meninggal. Sebagai anak lelaki satu-satunya, Rohman kecil merasa bertanggung jawab menghidupi keluarganya.
Dengan didikan pamannya, Rohman bisa memiliki gerobak untuk jualan dari hasil menabung. Pada 1979, Rohman mulai berjualan keliling menjajakan cendol buatannya. Ia juga menemukan takaran yang pas untuk menghasilkan cita rasa cendol yang disukai pembeli.
Setelah sempat berjualan keliling, Rohman kemudian menemukan tempat mangkal di depan rumah yang dihuni Elizabeth, seorang perajin tas. Sama-sama masih merintis usahanya, Rohman dan Elizabeth kemudian bekerja sama. Elizabeth sering menitipkan tas buatannya di tempat jualan Rohman.
“Tapi yang beli tas Bu Elizabeth malah minta dikasih cendol gratis. Bapak bilang ke Bu Elizabeth kalau yang beli tas minta cendol gratis. Kata Bu Elizabeth, ya udah nanti saya bayar cendol yang laku,” cerita Bagus yang menikah dengan Nur Hidayah, putri kedua Rohman.
Usaha tas Elizabeth pun berkembang dengan jumlah pembeli yang semakin banyak. Tempat usaha yang tadinya rumah berubah menjadi toko yang semakin besar. Kondisi itu juga berpengaruh terhadap penjualan cendol Rohman. Jumlah pelanggannya pun bertambah. Rohman mulai banyak menerima pesanan.
“Tapi Bapak enggak bisa baca tulis. Kalau ada yang pesan atau minta bon, minta tolong ditulisin, kadang-kadang pakai bon Toko Elizabeth. Dari situ, Bu Elizabeth bilang, 'Ya udah aja cendolnya kasih nama Elizabeth',” ujar Bagus sekaligus menceritakan asal mula nama Cendol Elizabeth.
Namun Rohman terpaksa memindahkan tempat usahanya dari toko Elizabeth ke rumah kontrakannya di Jalan Inhoftank Kota Bandung lantaran terbit Peraturan Walikota Bandung yang melarang berjualan di trotoar. Pindah tempat usaha ternyata tidak membuat Rohman kehilangan pelanggan. Bahkan, usaha cendol Rohman semakin berkembang hingga tempat jualan yang tadinya mengontrak berkembang menjadi restoran milik pribadi yang semakin besar.
Kini, Rohman memiliki 40 karyawan dengan omzet penjualan mencapai Rp 10 juta per bulan. Jumlah itu akan meningkat dua kali lipatnya pada bulan Ramadan.
Selain menjual cendol, Rohman juga mengembangkan usahanya dengan menjual makanan khas Bandung lainnya, seperti mie kocok, batagor, baso tahu, dan es goyobod.
Rohman dibantu anak menantu dalam mengelola usahanya. Meski begitu, kakek lima cucu ini masih turun tangan dalam memproduksi cendol hasil kreasinya itu.
—Rappler.com
Artikel Asli
0 Response to "Sejarah di Balik Manisnya Cendol Elizabeth Bandung"
Posting Komentar